Tangkoko, 28 Agustus 2018. Hari Konservasi Alam Nasional (HKAN) ditetapkan setiap tanggal 10 Agustus, merupakan upaya untuk menjaga kesinambungan kegiatan konservasi alam, memasyarakatkannya, dan menjadikan konservasi alam sebagai bagian dari sikap hidup dan budaya bangsa.
Dengan mengusung tema: Harmonisasi Alam dan Budaya, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bekerjasama dengan Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara dan Pemerintah Kota Bitung, melaksanakan kegiatan peringatan HKAN 2018 di Taman Wisata Alam (TWA) Batu Putih, Kota Bitung, Provinsi Sulawesi Utara. Dalam kegiatan yang berlangsung dari tanggal 28-31 Agustus 2018 ini, diikuti oleh ± 3.000 orang peserta.
Rangkaian kegiatan Peringatan HKAN Tahun 2018, akan diawali dengan Jambore Nasional dan Pameran Konservasi Alam, sebagai ajang berbagi ilmu dan pengalaman, serta pendalaman makna peringatan HKAN, sehingga menjadi tambahan spirit dan bekal dalam melakukan upaya konservasi alam. Pembukaan Jambore dan Pameran Konservasi Alam akan dilaksanakan tanggal 28 Agustus 2018.
Sebanyak kurang lebih 400 peserta mengikuti Jambore ini, yang terdiri dari perwakilan pegiat konservasi dari seluruh Indonesia, masyarakat pelaku pemanfaatan jasa air dan wisata alam, Masyarakat Mitra Polhut (MMP), Masyarakat Peduli Api (MPA), Santri, Karang Taruna, dan Pramuka Saka Wanabakti serta Saka Kalpataru, termasuk para penerima Apresiasi Konservasi Alam Tahun 2018.
Sementara Pameran Konservasi Alam akan ditampilkan dalam 42 stand, dengan peserta yang berasal dari UPT Direktorat Jenderal KSDAE dan mitra KSDAE, perwakilan kementerian/lembaga, Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Utara, Pemerintah Daerah Kota Bitung, dan LSM. Undangan pembukaan Jambore Nasional dan Pameran Konservasi Alam ini selain dihadiri ole peserta jambore juga hadir dari perwakilan 140 instansi. Beberapa mitra dan pihak swasta juga turut meramaikan pembukaan ini, antara lain dariKIFC,TFCA Kalimantan, USAID, WRI, Star Energy Geothermal, PT. Indonesia Power, PT. Pertamina Geothermal Energy dan Eiger.
Selain Jambore dan Pameran Konservasi Alam, pada peringatan HKAN 2018 ini juga akan dilaksanakan peluncuran Situs Web Balai Kliring Keanekaragaman Hayati Indonesia, Talkshow Harmonisasi Alam dan Budaya, Coaching Clinic etika berkunjung di kawasan konservasi, Workshop mengenai Kewirausahaan dan kepemanduan wisata alam, Penyelamatan satwa, Fotografi dan jurnalistik alam, dan Membangun kemitraan konservasi dan pengelolaan kawasan konservasi.
Pada kesempatan yang sama, juga akan dilaksanakan Saresehan kepala UPT Ditjen KSDAE dengan topik ?Membangun Kemitraan Konservasi?, Talkshow Pemulihan Ekosistem dan Pelestarian Hidupan Liar, Fieldftrip, Penampilan kesenian daerah, serta Saresehan ?Peran Serta Generasi Muda dalam Bidang KSDAE?.
Pembukaan Jambore akan dilaksanakan pada tanggal 28 Agustus 2018, dilanjutkan dengan berbagai acara talkshow, workshop, dan fieldtrip pada tanggal 29 Agustus. Sementara itu, upacara puncak Peringatan HKAN akan dilaksnakan pada tanggal 30 Agustus 2018, yang akan dihadiri oleh Menteri LHK, Siti Nurbaya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution, serta Gubernur Sulawesi Utara.
Bersamaan dengan puncak peringatan HKAN 2018, Menteri LHK, Siti Nurbaya akan memberikan Apresiasi Konservasi Alam dan KALPATARU, yang dilanjutkan dengan pelepasliaran satwa, dan penanaman pohon bersama para peserta Jambore. Setelah acara puncak, para peserta Jambore berkesempatan untuk mengikuti Safari pengamatan satwa di sore hari.
Sebagaimana disampaikan oleh Direktur Jenderal KSDAE, Wiratno, dalam pembukaan Jambore dan Pameran Konservasi Alam, saat ini upaya konservasi alam masih menghadapi banyak tantangan.
“Tantangan itu antara lain yaitu 1) Berkurangnya tutupan vegetasi alami di kawasan konservasi terrestrial seluas 10% karena penggunaan lain; 2) Usulan wilayah adat di kawasan konservasi seluas 1,6 juta hektar, dimana 1,3 juta hektar berada di taman-taman nasional; 3) Kerusakan terumbu karang karena mass tourism, penggunaan bom, dan kegiatan destruktif lainnya; dan 4) Meningkatnya konflik manusia-satwa liar, perburuan dan perdagangan satwa, terutama gajah, harimau sumatera, orang-utan, berbagai jenis burung”, jelas Wiratno, di TWA Batu Putih, Bitung (28/08/2018)
Wiratno juga menuturkan, Pemerintah berkomitmen untuk menjaga kawasan konservasi bukanlah pekerjaan yang mudah, karena mensyaratkan leadership yang kuat dan konsisten, menyeimbangkan antara kepentingan pembangunan dan konservasi, dan membangun kesadaran kolektif sebagai dasar kerja-kerja kolektif multipihak dan lintas generasi.
Merespon berbagai perkembangan tersebut di atas, Wiratno memberikan arahan kepada 74 UPT Ditjen KSDAE, untuk menerapkan 10 Cara Baru Kelola Kawasan Konservasi dan penerapan Kemitraan Konservasi.
“Mitra utama kita adalah pemerintah daerah dan 6.831 desa, termasuk masyarakat hukum adat, yang berada di daerah penyangga kawasan konservasi. Hanya dengan cara ini, kita akan dapat meningkatkan kinerja pengelolaan kawasan konservasi sekaligus bermanfaat nyata bagi masyarakat”, pesan Wiratno.(*)
Sumber : Biro Humas KLHK, Direktorat PJLHk dan Datin KSDAE
Berita selengkapnya disini