Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melalui Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Maluku melaksanakan pelepasliaran 10 ekor satwa liar di kawasan hutan Desa Eti, Kecamatan Seram Barat, Kabupaten Seram Bagian Barat, Provinsi Maluku pada Selasa, 21 Februari 2023.
Satwa tersebut terdiri atas 8 ekor nuri maluku (Eos bornea), 1 ekor nuri bayan (Eclectus roratus), dan 1 ekor ular sanca batik (Phyton reticulatus).
Satwa-satwa yang dilepasliarkan merupakan satwa hasil kegiatan patroli dan penjagaan peredaran Tumbuhan dan Satwa Liar (TSL) petugas Polisi Kehutanan BKSDA Maluku di wilayah kerja Resort Pulau Ambon serta penyerahan satwa hasil rescue dari Dinas Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan Kota Ambon.
Kegiatan pelepasliaran satwa merupakan salah satu upaya yang dilakukan untuk mendukung Role Model BKSDA Maluku dalam upaya penanganan jaringan peredaran TSL ilegal di Kepulauan Maluku serta bertujuan untuk menyelamatkan populasi satwa liar di habitatnya.
“Kegiatan pelepasliaran satwa liar merupakan salah satu upaya menyambungkan kegiatan konservasi insitu. Mudah-mudahan satwa-satwa yang dilepasliarkan ini dapat bertahan hidup dan berkembang biak di habitat barunya,” tutur Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati dan Spesies Genetik (KKHGS), Indra Exploitasia dalam sambutannya pada kegiatan pelepasliaran (21/02). Indra juga mengapresiasi langkah BKSDA Maluku dalam upaya penyelamatan satwa liar.
Pada kesempatan yang sama, Kepala BKSDA Maluku, Danny H. Pattipeilohy turut mengucapkan terima kasih kepada Direktur KKHSG beserta staf dan seluruh tamu undangan yang sudah bersedia menghadiri serta mengikuti kegiatan pelepasliaran satwa liar endemik Kepulauan Maluku.
Danny mengungkapkan bahwa satwa yang dilepasliarkan, khususnya burung nuri maluku (Eos bornea) dan nuri bayan (Eclectus roratus), penyebaran dan habitat alaminya hanya dapat ditemui di beberapa wilayah yang ada di Provinsi Maluku seperti Pulau Ambon, Pulau Seram, dan Pulau Buru.
“Membutuhkan waktu dan proses yang panjang hingga akhirnya satwa-satwa tersebut siap dan layak untuk dilepasliarkan ke habitat aslinya,” ungkap Danny.
Sebelum dilepasliarkan satwa-satwa tersebut telah melalui beberapa rangkaian prosedur pelepasliaran. Hal ini bertujuan untuk memastikan kondisi satwa sehingga layak untuk dilepasliarkan.
Satwa-satwa tersebut menjalani proses karantina, rehabilitasi, dan pemeriksaan kesehatan yang dilakukan di kandang Pusat Konservasi Satwa Kepulauan Maluku di Kota Ambon.
Pemeriksaan kesehatan satwa meliputi kondisi satwa (sehat fisik dan bebas dari penyakit) serta pemeriksaan sifat atau karakter liar satwa. Dari hasil pemeriksaan, diketahui bahwa satwa-satwa yang dilepasliarkan dalam kondisi yang sehat, liar, dan bebas dari virus pembawa penyakit.
Selain pemeriksaan kesehatan, lokasi pelepasliaran juga merupakan hal penting yang harus diperhatikan. Pemilihan kawasan hutan di Desa Eti Kabupaten Seram Bagian Barat sebagai lokasi pelepasliaran satwa karena kawasan tersebut merupakan salah satu habitat asli dari satwa-satwa yang dilepasliarkan.
“Lokasi tersebut dinilai sangat cocok dan aman untuk dijadikan lokasi pelepasliaran satwa karena masih terjaga kelestariannya dengan jumlah pohon dan sumber pakan yang melimpah,” tambah Danny.
Kegiatan pelepasliaran ini bertujuan untuk mengembalikan peran serta fungsi fisik satwa di habitat alaminya. Selain itu, kegiatan pelepasliaran diharapkan dapat meningkatkan populasi satwa di habitat.
“Diharapkan satwa-satwa yang dilepasliarkan ini dapat cepat beradaptasi dan berkembang biak di lingkungan barunya sehingga akan berdampak pada peningkatan populasi dan keragaman jenis satwa yang ada di kawasan hutan ini,” pungkas Danny.
Kegiatan pelepasliaran satwa ini, turut dihadiri oleh staf Direktorat Jenderal KKHSG, perwakilan dari Koramil Piru, Polsek Piru, Staf Pemerintahan Desa Eti, dan beberapa perwakilan masyarakat.
Diharapkan dengan dilakukan pelepasliaran satwa endemik Kepulauan Maluku di wilayah ini dapat menjadi contoh kepada masyarakat untuk turut serta menjaga sumber daya alam (SDA) khususnya satwa endemik Pulau Seram agar tidak punah dari habitat aslinya.
http://ppid.menlhk.go.id/