Kami telah memperbarui tampilan website, klik disini untuk mengakses versi lama website kami.

Keanekaragaman Hayati Dan Potensi Pengembangan Bioprospeksi Di Indonesia

Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai keanekaragaman hayati (biodiversitas) sangat tinggi, yang berada pada 21 tipe ekosistem dan 75 tipe vegetasi yang berbeda. Indonesia juga diberkati dengan melimpahnya Sumber Daya Genetik (SDG) sebagai bahan baku bioprospeksi.

Bioprospeksi yang berasal dari kata biodiversitas dan prospeksi, merupakan upaya untuk menghasilkan produk bernilai ekonomi tinggi (added value). Dalam Peraturan Menteri LHK Nomor: P.02/MenLHK/Setjen/Kum.1/1/2018 disebutkan bioprospeksi yaitu kegiatan eksplorasi, ekstraksi, dan penapisan sumberdaya alam hayati untuk pemanfaatan secara komersial baik dari sumber daya genetik, spesies dan atau biokimia beserta turunannya.

Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Satyawan Pudyatmoko menyampaikan potensi pemanfaatan SDG Indonesia ini berpatutan dengan pasar dunia yang menjanjikan, dimana sekitar 40 – 50% obat yang beredar di pasar menggunakan natural product. Kemudian, 10 dari 25 dari produk farmasi mengandung natural ingredient. Dunia juga mengarah ke biomimikri, yaitu suatu pendekatan inovasi pengembangan teknologi baru dengan meniru teknologi alami. Belum lagi kebutuhan akan obat dan vaksin untuk penyakit baru, kebutuhan ketahanan pangan. Dan yang tidak kalah menarik bahwa kosmetik yang beredar di pasar dunia mengandung natural product.

“Jadi ini merupakan peluang besar melalui konsep bahwa Indonesia sebagai negara yang memegang hak milik atas keanekaragaman hayatinya, memiliki bahan negosiasi dengan negara yang maju dalam industry farmasi, obat, kosmetik, dll,” ujar Satyawan pada acara Refleksi Akhir Tahun 2023 KLHK di Jakarta, Kamis (28/12).

Satyawan menngungkapkan pemanfaatan Sumber Daya Genetik untuk bioprospeksi tidak dapat dipisahkan dengan penelitian, karena diawali dengan penelitian dan biasanya industri menggandeng Lembaga Riset untuk penelitian dan pengembangan produk.Tahapan bioprospeksi itu sendiri biasanya dimulai dari tahapan eksplorasi, penelitian, pengujian, penyediaan bahan baku, produksi hingga promosi.

Beberapa contoh bioprospeksi yang berasal dari kawasan konservasi diantaranya senyawa anti kanker dari Bajakah (Spatholobus littoralis) di BKSDA Kalteng; bahan baku kosmetik dari Jernang (Daemonorops draco) di BTN Bukit Dua Belas; kecantikan dan kosmetik berupa Heels Cream dari spesies Climedia hirta di BTN Gunung Merapi; Bahan Baku Jamu, Anti Bakteri dari Kedawung (Parkia moriana) di BTN Meru Betiri; Senyawa Anti Kanker dari Candidaspongia (Candidaspongia spp) di BBKSDA NTT; dan Anti Frost dari bakteri PGMJ (Parkia timoriana) di BTN Gunung Ciremai.

Selanjutnya, Satyawan menyampaikan ada 4 arahan bioprospeksi kedepan. Pertama, identifikasi potensi Sumber Daya Genetik dan Pengetahuan Tradisional yang berkaitan dengan Bioprospecting. Kedua, implementasi dan fasilitasi Intelectual Property Right (IPR) / Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) terhadap hasil Bioprospecting. Ketiga, penguatan regulasi pemanfaatan sumber daya genetik secara komersial termasuk mekanisme pembagian keuntungan yang berkeadilanatas pemanfaatan sumber daya genetik (Benefit sharing). Keempat, membangun mekanisme pendanaan berkelanjutuan atas pemanfaatan bioprospecting.

Selain bioprospeksi, Satyawan menyampaikan capaian Ditjen KSDAE pada aspek keanekaragaman hayati meliputi penemuan tiga spesies baru; 1.560 Spesies telah terinventarisasi di dalam dan di luar Kawasan Konservasi;  38,2 juta hektar kawasan terinventarisasi keanekaragaman hayati tinggi; 20 Dokumen Analisis Risiko Jenis Asing Invasif; 1.354 Lokasi Penyelamatan Satwa; 3 Kegiatan Repatriasi Satwa; dan 9,2 Triliun Rupiah Devisa Ekspor TSL (Alam & Penangkaran).

Capaian pada perencanaan kawasan meliputi Inventarisasi, Pemolaan dan Penataan, Kerjasama. Pada Inventarisasi dan verifikasi Kawasan Konservasi capaiannya yaitu terinventarisasinya Tutupan Lahan seluas 23,6 Juta Hektar (72%); Tipe Ekosistem seluas 21,7 Juta Hektar (62%). Kemudian pada Pemolaan, Penataan Kawasan & RPJP 2023 meliputi Penataan Kawasan sebanyak 28 Dokumen, RPJP 48 Dokumen, Tahura Baru 6 SK Kawasan. Sementara, kerja sama KSA & KPA sampai dengan Tahun 2023 yaitu Pembangunan Strategis 262 Perjanjian Kerja Sama (PKS) dan Penguatan Fungsi 269 PKS.

Pada Manajemen Kawasan capaiannya antara lain pengesahan Peraturan Menteri LHK tematik yaitu Permen LHK No. 14/2023 tentang penyelesaian kegiatan terbangun yang memberikan kepastian hukum dengan mempertahankan fungsi KSA, KPA, dan TB; mewujudkan kesejahteraan masyarakat; dan penguatan fungsi dan tata kelola KSA, KPA, dan TB. Kemudian, pemberian akses Kemitraan Konservasi di kawasan konservasi kepada 6.944 KK, 162 kelompok, seluas 11.927,50 hektar.

Kemudian, pemanfaatan jasa lingkungan pada kawasan konservasi Tahun 2023 berkontribusi melalui besaran PNBP Wisata Alam sampai November 2023 sebesar Rp 132 M. Selain pengusahaan pariwisata alam, kontribusi lainnya melalui pemanfaatan panas bumi dari 4 pemegang IPJLBP eksisting serta pemanfaatan jasa lingkungan air dan energi air dengan nilai investasi mencapai Rp. 1,65 T.

Capaian Kegiatan Pemulihan Ekosistem di Kawasan Konservasi 2020-2023 mencapai 181.825,73 hektar atau 90,91% dari target 2020-2024 seluas 200.000 hektar. Kemudian sebanyak 44 Unit ABKT telah difasilitasi kegiatan peningkatan efektivitas pengelolaannya s/d Tahun 2023. Adapun luas area di luar KSA/KPA, dan TB yang telah diverifikasi s/d Tahun 2023 yaitu 38,2 Juta Hektar.

Sementara dari sisi anggaran, realisasi Ditjen KSDAE sampai 27 Desember 2023 
sebesar 94,77 %, berada pada peringkat 4 dari 13 Eselon I KLHK.

https://ppid.menlhk.go.id/

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *