Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan bekerjasama dengan ASEAN Centre for Biodiversity (ACB), dan the European Union (EU) mengadakan malam Penghargaan ASEAN Green Initiative dan Lokakarya Penutupan Program BCAMP pada tanggal 5 – 7 Juni 2023 bertempat di Swissotel Jakarta PIK Avenue.
Program BCAMP UE-ASEAN merupakan program inisiatif lima tahun yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan lingkungan, sosial dan ekonomi melalui konservasi keanekaragaman hayati yang efektif, pengelolaan kawasan lindung yang efektif, dan mencegah menurunnya keanekaragaman hayati. ACB, melalui Program BCAMP, berkontribusi untuk memperkuat kerangka global perlindungan keanekaragaman hayati.
Program BCAMP mencapai tonggak penting selama enam tahun terakhir pelaksanaannya. Melalui kegiatan yang dilakukan di tingkat tapak, BCAMP mampu meningkatkan efektivitas konservasi keanekaragaman hayati dan pengelolaan kawasan lindung di ASEAN. Program berkontribusi pada peningkatan 10 lokasi percontohan di Taman Warisan ASEAN (ASEAN Heritage Parks) terpilih dan kawasan lindung. BCAMP juga menyelesaikan beberapa studi untuk meningkatkan pengetahuan dan informasi tentang konservasi keanekaragaman hayati melalui kegiatan tingkat nasional. Selain kegiatan tingkat nasional, pengarusutamaan keanekaragaman hayati ke berbagai sektor dicapai di bidang pertanian, pendidikan, perencanaan tata guna lahan, infrastruktur, dan kesehatan.
BCAMP mengimplementasikan kegiatan tingkat regional yang memperkuat kapasitas ACB untuk mendukung keanekaragaman hayati regional, lingkungan, dan AMS. Bagian dari pencapaian Proyek BCAMP adalah ASEAN Green Initiative (AGI), sebuah program di seluruh ASEAN yang mengakui upaya dari semua jenis organisasi—dari tingkat tapak hingga lembaga tinggi. Selain itu, BCAMP menargetkan berbagai wilayah—mulai dari zona perlindungan hutan, daerah pedesaan, daerah pinggiran kota, dan daerah perkotaan. Dalam Lokakarya Penutupan program BCAMP, ACB akan mengadakan Malam Penghargaan AGI dan Forum Restorasi Ekosistem, yang bertujuan untuk melibatkan berbagai pemangku kepentingan restorasi ekosistem untuk berbagi pengalaman dan perspektif mereka tentang rehabilitasi hutan dan restorasi ekosistem. Kegiatan ini juga akan mengidentifikasi masalah dan isu utama, serta rekomendasi dari AGI agar dapat mengidentifikasi bantuan potensial sebagai platform regional untuk meningkatkan visibilitas inisiatif lokal kepada publik yang lebih luas.
Kepala Badan Standardisasi Instrumen Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Ary Sudijanto selaku Ketua ASOEN Indonesia pada AGI Regional Forum dalam sambutannya menyampaikan bahwa di Indonesia, restorasi ekosistem telah dimulai sejak tahun 2004 dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Kehutanan (No. SK 159/Menhut-II/2004) tentang Restorasi Ekosistem pada Hutan Produksi. Peraturan ini menandai perubahan paradigma pengelolaan hutan produksi di Indonesia dari berbasis kayu menjadi berbasis ekosistem. Peningkatan upaya restorasi ekosistem telah dilakukan secara masif oleh pemerintah dan masyarakat sejak tahun 2015 hingga saat ini, dalam bentuk restorasi lahan termasuk gambut dan mangrove untuk mengatasi kerusakan ekosistem hutan dan lahan.
Ary juga menyampaikan bahwa upaya restorasi gambut serta rehabilitasi hutan dan lahan menjadi kontributor utama untuk mendukung komitmen Indonesia menurunkan emisi gas rumah kaca melalui dokumen Enhanced Nationally defined Contribution (ENDC). Dimana target penurunan emisi GRK Indonesia dengan kemampuannya meningkat dari 29% menjadi 31,89% di ENDC, sedangkan target dengan dukungan internasional meningkat dari 41% menjadi 43,20% di ENDC.
Untuk mengawal upaya restorasi ekosistem, diperlukan standar instrumen terkait, ujar Ary. Beberapa standar telah dikembangkan oleh ASEFI-KLHK pada tahun 2022, yaitu Standar Restorasi Hutan Tropis Basah; Standar Pemulihan Fungsi Ekosistem Mangrove; Tipe Standar Tanaman Revegetasi untuk Reklamasi Lahan Pasca Tambang Batubara; dan Manual Standar Restorasi Ekosistem Hutan Mangrove untuk Aksi Mitigasi FOLU Net Sink Indonesia 2030.
Dalam sambutannya Ary berpesan bahwa restorasi ekosistem tidak bisa hanya dimaknai sebagai aksi besar untuk memulihkan ekosistem mulai dari puncak gunung hingga kedalaman lautan, akan tetapi tindakan kecil dalam kehidupan sehari-hari manusia pun dapat berkontribusi pada pemulihan ekosistem terdekat.