CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Fauna and Flora) sebagaimana kita ketahui merupakan perjanjian internasional yang bertujuan untuk membantu pelestarian populasi di habitat alamnya melalui pengendalian perdagangan internasional, spesimen tumbuhan dan satwa liar. Apendiks I CITES adalah daftar di dalam CITES yang memuat jenis flora dan fauna yang telah terancam punah (endangered ), sehingga perdagangan internasional spesimen yang berasal dari habitat alam harus dikontrol dengan ketat dan hanya diperkenankan untuk kepentingan tertentu dengan izin khusus. Apendiks II CITES merupakan daftar di dalam CITES yang memuat jenis flora dan fauna yang saat ini belum terancam punah, namun dapat menjadi terancam punah apabila perdagangan internasionalnya tidak dikendalikan.
Salah satu pertimbangan utama suatu spesies diperdagangan melalui mekanisme CITES adalah adanya kajian dari Otoritas Keilmuan bahwa ekspor tidak akan membahayakan populasi spesies tersebut di alam. Kajian tersebut dikenal sebagai Non-Detriment Findings (NDF). Suatu NDF bisa saja berupa saran verbal atau tertulis atau kuota yang disetujui oleh Otoritas Keilmuan. Dokumen NDF antara lain memuat analisis resiko pemanfaatan suatu spesies yang terdaftar dalam Apendiks II CITES berdasarkan aspek biologi, perikanan, pemanfaatan, dan pengelolaan spesies dimaksud.
Contoh yang terbaru misalnya, LIPI, sebagai pemegang otoritas keilmuan untuk CITES di Indonesia, beberapa waktu lalu telah meluncurkan dokumen NDF untuk hiu lanjaman (Carcharhinus falciformis ) yang merekomendasikan perbaikan pencatatan produksi dan pemanfaatan hiu lanjaman, perlindungan habitat penting seperti lokasi memijah, melahirkan, dan pengasuhan anakan serta penghentian praktik pengambilan sirip hiu dan membuang sisa tubuhnya, baik dalam keadaan hidup atau mati ke laut. Berita selengkapnya tentang NDF hiu lanjaman dapat diakses dari tautan berikut: http://lipi.go.id/berita/Rekomendasi-Ilmiah-untuk-Kebijakan-Pengelolaan-dan-Pemanfaatan-Hiu-Lanjaman/21601