Kami telah memperbarui tampilan website, klik disini untuk mengakses versi lama website kami.

10 Tahun Kerja Ditjen KSDAE: Harmoni Kehidupan Manusia dan Keanekaragaman Hayati


Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), hadir untuk memastikan setiap jengkal kawasan konservasi dan setiap makhluk yang hidup di dalamnya tetap terpelihara demi masa depan yang berkelanjutan.

“Kami Direktorat Jenderal KSDAE, percaya bahwa hutan Indonesia adalah kekayaan yang seharusnya dilestarikan dan dijaga. Karena begitu banyaknya keanekaragaman hayati, flora dan fauna yang hidup pada hutan-hutan Indonesia” ujar Direktur Jenderal KSDAE KLHK Satyawan Pudyatmoko, dalam video 10 Tahun untuk Sustainabilitas Direktorat Jenderal KSDAE yang disiarkan di YouTube Kementerian LHK mulai tanggal 30 September 2024.

Ditjen KSDAE senantiasa melakukan upaya-upaya untuk menjaga keseimbangan ekologi dan keberlanjutan pemanfaatan sumber daya alam dengan mengelola kawasan konservasi, melindungi habitat satwa liar, dan menjaga fungsi hutan sebagai penyedia jasa lingkungan. 

“Satu dekade ini, pengelolaan sistem penyangga kehidupan merupakan fokus dari Ditjen KSDAE. Kami melakukan pengelolaan jasa lingkungan yang disediakan oleh ekosistem untuk keberlangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya. Kami berupaya untuk mengoptimalkan fungsi dan keberadaan semua ekosistem yang ada, seperti hutan dan lahan basah agar memberikan layanan ekosistem yang baik. Contohnya dalam hal pemeliharaan keanekaragaman hayati, pengembangan ekowisata, pelestarian budaya lokal, pengaturan tata air dan konservasi tanah, dan penyerapan karbon,”ungkap Satyawan.  

Restorasi ekosistem dilakukan pada area yang telah terdegradasi, dengan aksi penanaman pohon asli, rehabilitasi habitat, dan pemulihan fungsi ekosistem lainnya untuk mengembalikan keseimbangan ekologi.

Indonesia dikaruniai 22 tipe ekosistem alami, yang menjadi rumah berbagai species flora dan fauna. 

“Ditjen KSDAE telah mengimplementasikan penggunaan SMART (Spatial Monitoring And Reporting Tools) Patrol di 35 Unit Pelaksana Teknis (UPT) untuk memantau dan mengelola kawasan konservasi berdasarkan data yang akurat dari lapangan,”jelas Satyawan. 

SMART merupakan sistem pemantauan berbasis teknologi untuk melindungi Kawasan konservasi. SMART RBM membantu petugas  mengumpulkan data lapangan secara real time, mendeteksi ancaman seperti: perburuan liar, penebangan illegal, serta melaporkan aktivitas konservasi untuk pengelolaan yang lebih efektif dan responsif.

“Ini merupakan sebuah langkah penting untuk memastikan kebijakan yang diterapkan di lapangan, telah didasarkan pada data yang akurat dan real time, meningkatkan efisiensi integrasi informasi, dan menghasilkan perubahan-perubahan yang lebih optimal,”ujar Satyawan.

“Ditjen KSDAE juga memberikan atensi terhadap pengelolaan satwa liar Indonesia. Selama 10 tahun ini, kami telah mengelola konflik antara manusia dan satwa liar yang sering terjadi akibat alih fungsi lahan. Kami memastikan adanya kecukupan habitat satwa liar untuk mempertahankan populasi satwa,” lanjutnya.

Sebagai hasil dari pengelolaan satwa liar, tercatat adanya kenaikan populasi elang jawa yang konstan dan signifikan. Pada tahun 2021, populasi elang jawa sudah menyentuh angka 1.437. Selain itu, pada tahun 2024, Ditjen KSDAE juga berhasil merekam peristiwa monumental yakni kelahiran badak jawa, yang sudah tercatat sebagai satwa liar terancam punah. 


Ditjen KSDAE juga melakukan program penambahan dan pemeliharaan konservasi yang lebih optimal. Penambahan luas kawasan konservasi melalui penetapan taman nasional dan taman hutan raya baru. Kegiatan ini juga didukung dengan upaya perlindungan terhadap ekosistem-ekosistem yang rentan terhadap ancaman perburuan, dan penggunaan lahan lain yang tidak sesuai aturan. 

Hingga tahun 2024, Ditjen KSDAE mengelola unit-unit kawasan konservasi dengan luas total 26,9 juta ha di seluruh Indonesia. Diantaranya, mencakup Cagar Alam, Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Wisata Alam, Taman Hutan Raya dan Taman Buru. 

Ditambahkan Satyawan, untuk Kawasan konservasi yang mengalami kerusakan, Ditjen KSDAE juga melaksanakan program restorasi dan rehabilitasi secara sistematis, dengan menyusun rangkaian kegiatan dan bekerja untuk memulihkan fungsi ekosistem yang telah terganggu baik disebabkan oleh faktor alam yang tidak dapat dihindari, ataupun perbuatan manusia yang kurang baik.

Salah satunya Ditjen KSDAE telah melakukan aksi-aksi pemulihan pada Suaka Margasatwa Paliyan, Gunung Kidul, Yogyakarta bersama dengan masyarakat desa sekitar, Upaya restorasi ekosistem terealisasi secara optimal. 

“Pencapaian kami saat ini tidak terlepas dari dukungan semua pihak. Upaya kami masih jauh dari kata selesai. Kami berharap kerjasama yang semakin erat, karena alam kita adalah warisan untuk masa depan bangsa, dan tugas kita untuk menjaganya adalah tanggung jawab sekarang, esok dan seterusnya,” harap Satyawan.

“Sustainabilitas masa depan untuk kesejahteraan hidup kita semua,”pungkasnya.

https://ppid.menlhk.go.id/

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *