Kami telah memperbarui tampilan website, klik disini untuk mengakses versi lama website kami.

Pelepasliaran Orangutan di TNBKDS: Mencetak Punggawa Peduli Konservasi

Dua individu Orangutan kalimantan (Pongo pygmaeus) hasil rehabilitasi berhasil dilepasliarkan di Sungai Jepala Lala, Sub DAS Mendalam yang berada di wilayah kerja Resort Nanga Hovat, Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah III Padua Mendalam, Bidang Pengelolaan Taman Nasional Wilayah II Kedamin, Balai Besar Taman Nasional Betung Kerihun Danau Sentarum (BBTNBKDS), pada Minggu (28/7).

Pelepasliaran ini merupakan tahapan ke-14 kalinya dilaksanakan semenjak tahun 2017, setelah sebelumnya berhasil melepasliarkan sejumlah 30 individu orangutan di kawasan Sub Das Mendalam Taman Nasional Betung Kerihun Danau Sentarum.  Penentuan lokasi pelepasliaran setelah melalui kajian habitat ditinjau dari kesesuaian dengan preferensi habitat orangutan, baik dari segi pakan, ruang, sumber air dan tutupan hutan serta jauh dari lokasi pemukiman masyarakat.

Dua individu Orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus) yang dilepasliarkan ini merupakan satwa hasil penyelamatan Balai KSDA Kalbar dari masyarakat. Satu individu Orangutan berjenis kelamin betina di evakuasi dari masyarakat Kabupaten Mempawah pada tahun 2020. Sedangkan satu individu Orangutan lainnya berjenis kelamin jantan berasal dari Kabupaten Melawi. Dalam rangka pemulihan kondisi dan sifat liarnya, kedua Orangutan telah menjalani proses rehabiltasi di Sekolah Hutan Tembak oleh Yayasan Penyelamatan Orangutan Sintang. Saat ini kedua Orangutan berusia 8 (delapan) tahun.

Kepala BKSDA Kalimantan Barat, RM. Wiwied Widodo, menyampaikan proses menuju pelepasliaran orangutan sangatlah panjang dan mahal. Namun begitu pihaknya memastikan semua prosedur dari awal sampai pada saat pelepasliaran baik terkait dengan administrasi maupun terkait satwanya sendiri sudah memenuhi persyaratan dan sudah siap untuk dilepasliarkan.

”Apresiasi yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah bekerja keras dalam membantu upaya pelepasliaran kedua orangutan ini mulai dari penyelamatan, rehabilitasi sampai dengan pelepasliaran sehingga berjalan dengan lancar dan sesuai prosedur” tutup Wiwied.

Kedua individu Orangutan ini  telah menjalani rehabiltasi selama tiga sampai empat tahun. Selama dua tahun terahir mereka menjalani proses pengenalan alam Sekolah Hutan Tembak di Jerora. Keduanya telah memiliki kemampuan lokomosi yang baik, pengenalan berbagai jenis pakan dan memiliki keterampilan membuat sarang dan merenovasi sarang lama.

Pelepasliaran orangutan kali ini memang lebih spesial dari kegiatan-kegiatan pelepasliaran orangutan sebelumnya. Dari 13 kali kegiatan pelepasliaran yang telah dilakukan oleh BKSDA Kalbar bersama BBTNBKDS dan YPOS, baru kali ini melibatkan banyak pihak dan elemen masyarakat.

Acara pelepasliaran ini dihadiri oleh para Stakeholder Lingkup Pemerintah Daerah Kabupaten Kapuas Hulu, Pengadilan Negeri, Tokoh Adat dan Perangkat Desa, Masyarakat Peduli Konservasi, Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Desa Datah Dian, Kader konservasi, serta masyarakat yang berada di sekitar kawasan Taman Nasional Betung Kerihun.

Tokoh adat, Giling, sebagai perwakilan masyarakat mengungkapkan perasaannya sebagai masyarakat setempat sangat senang dengan adanya kegiatan pelepasliaran orangutan ini. “Semoga kedua Orangutan ini dapat hidup senang di alamnya,” ungkapnya.

Kader konservasi, Kesia Bong Sukhin, yang berkesempatan ikut pelepasliaran mengungkapkan “ Perasaan saya saat melihat Orangutan dilepasliarkan, saya sebagai generasi muda merasakan tanggungjawab untuk menjaga dan melestarikan Orangutan, mamalia yang paling cerdas dan bertugas menjaga ekosistem hutan kita.  Jadi mulai sekarang, mari kita menjadi dan melestarikannya”.

Pelepasliaran ini bukan sekedar kegiatan simbolis tetapi berbagi rasa dan berbagi emosi. Merasakan pengalaman melepaskan satwa di alam yang merupakan di rumah mereka sehingga terjalin emosi untuk menjaga satwa ini.

Kepala BBTNBKDS, Sadtata Noor Adirahmanta, dalam keterangannya mengatakan “Selama ini kita lupa dan asyik sendiri dalam mengurusi konservasi. Pelibatan stakeholder dan elemen masyarakat dalam pelepasliaran orangutan kali ini bertujuan untuk membangkitkan dan menanamkan nilai-nilai konservasi serta menimbulkan rasa kepedulian masyarakat menjadi bagian dalam upaya pelestarian alam”.

Konsep Konservasi Inklusif diharapkan dapat menggerakkan masyarakat untuk ikut berperan dalam menjaga alam serta kelestarian satwa liar termasuk orangutan.

“Beri panggung kepada para pihak serta masyarakat dalam kegiatan pelepasliaran seperti ini. Dengan demikian, di bawah alam sadar mereka akan menerima hal baik ini sebagai tugas dan tanggung jawabnya untuk terus berperan dalam menjaga alam. Menjaga alam, menjaga ekosistem, menjaga satwa (Orangutan) bukan hanya tugas pemerintah atau mitra konservasi tetapi merupakan tugas bersama “, tutup Sadtata.

Setelah pelepasliaran, kedua individu Orangutan dilakukan pemantauan pasca pelepasliaran untuk memastikan orangutan yang dilepasliarkan bisa beradaptasi dan bertahan hidup di alam liar.   Pemantauan dengan metode nest to nest dengan mengikuti Orangutan mulai dari bangun di pagi hari hingga tidur di sore hari selama 3 bulan.

Kolaborasi dengan masyarakat lokal dan pihak terkait adalah kunci keberhasilan dalam upaya konservasi Orangutan. Kegiatan pelepasliaran ini dapat terlaksana melalui kolaborasi multipihak antara Balai KSDA Kalimantan Barat bersama Balai Besar Taman Nasional Betung Kerihun Danau Sentarum (BBTNBKDS) didukung oleh Yayasan Penyelamatan Orangutan Sintang (YPOS).

https://ppid.menlhk.go.id/

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *