Kami telah memperbarui tampilan website, klik disini untuk mengakses versi lama website kami.

Hari Penanggulangan Degradasi Lahan dan Kekeringan Sedunia 2019: Kurangi Kerusakan Bumi Indonesia

Hari Penanggulangan Degradasi Lahan dan Kekeringan Sedunia, atau yang lebih dikenal sebagai World Day to Combat Desertification (WDCD) diperingati setiap tanggal 17 Juni, yaitu sejak ditetapkannya oleh Majelis Umum PBB melalui resolusi majelis Umum A/RES/49/115 di tahun 1994. WDCD bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang masalah degradasi lahan. Misi yang diemban adalah untuk mengingatkan manusia bahwa diperkirakan pada tahun 2025, paling tidak ada 1,8 milyar orang yang akan mengalami kelangkaan air, dan 2/3 penduduk dunia akan hidup dalam kondisi kekurangan air, pada tahun 2045 sekitar 135 juta orang akan berpindah tempat diakibatkan penggurunan.  Peringatan ini juga ingin mengingatkan bahwa dengan melakukan perbaikan kualitas tanah dari ekosistem yang telah terdegradasi memiliki potensi penyerapan karbon sebanyak 3 milyar ton per tahun.

Tema yang diangkat dalam tahun 2019 ini adalah “Lets Grow The Future Together” atau “Mari Kembangkan Masa Depan Bersama”. Saat ini planet yang diketahui dapat dihuni oleh umat manusia hanya planet bumi, karenanya sangatlah sesuai jika masa depan dibangun bersama-sama untuk menghindari kerusakan bumi yang mengurangi daya dukung kehidupan manusia. Untuk di Indonesia tema yang diangkat sangatlah relevan mengingat bahwa urusan terkait degradasi lahan dan kekeringan menjadi permasalahan yang harus dicarikan solusinya secara bersama-sama.

Secara umum degradasi lahan terjadi di semua wilayah Indonesia, tersebar di Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua.  Lahan yang terdegradasi berat dapat ditandai dengan produktivitas yang rendah sekali, terjadi erosi berat, dan tutupan lahan kurang dari 50%.

Di Indonesia degradasi lahan diakibatkan oleh banyak sebab, pertambahan jumlah populasi manusia, kemiskinan, bencana alam, penggunaan dan pengelolaan lahan yang tidak tepat, penggunaan bahan kimia yang berlebihan, proses reklamasi dan rehabilitasi pasca tambang yang tidak dilakukan dengan kaidah dan aturan yang berlaku.

Pemerintah RI dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memiliki perhatian tersendiri tentang penanggulangan degradasi lahan. Tahun 2018, terdapat 14,01 juta hektar lahan kritis di Indonesia. Karenanya, KLHK menargetkan rehabilitasi hutan dan lahan pada tahun 2019 seluas 207.000 Ha, yang akan difokuskan pada 15 DAS prioritas, 15 danau prioritas , dan 65 bendungan dan daerah rawan bencana.

Yayasan KEHATI berusaha untuk turut terlibat aktif dalam usaha penanggulangan degradasi lahan dan pencegahan kekeringan.  Banyak usaha yang telah dan sedang dilakukan. Kegiatan restorasi di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Nusa Tenggara dilakukan dengan menanam beragam jenis tanaman yang disesuaikan dengan karakteristik ekosistem lokal. Selain di daratan, kegiatan restorasi dengan melakukan penanaman terumbu karang dan jenis tanaman mangrove juga dilakukan. Yayasan KEHATI meyakini adanya hubungan erat antara kelestarian lingkungan di darat dengan di pesisir dan perairan.

Yayasan KEHATI mengembangkan pertanian ramah lingkungan yang meminimalisasi penggunaan bahan-bahan kimia dalam praktek pengelolaannya, serta mempromosikan tanaman-tanaman lokal yang adaptif dengan lingkungan setempat, seperti sagu dan sorgum di wilayah Indonesia bagian Timur.  Yayasan KEHATI mendukung pola tanam beragam jenis untuk menciptakan keseimbagan ekologis di daerah tersebut.

Degradasi lahan tidak terlepas dengan keberadaan jenis hidupan liar didalamnya termasuk satwa liar, karenanya Yayasan KEHATI pun melakukan langkah-langkah mendukung pelestarian satwa liar di habitat alami. Program monitoring satwa liar dilakukan di beberapa program yang dikelola oleh Yayasan KEHATI untuk mengetahui jumlah dan distribusi satwa serta untuk mengetahui tingkat keterancaman satwa di lokasi tertentu.

Pelibatan masyarakat menjadi kata kunci dalam usaha penanggulangan degradasi lahan dan kekeringan, karena masyarakat adalah tokoh kunci dan paling terdampak  karena degradasi lahan.  Karenanya yayasan KEHATI selalu mengedepankan peran masyarakat dalam arti luas dalam setiap kegiatan yang dilakukan.

Fotografer: Ahmad Baihaqi/Yayasan KEHATI

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *