Kami telah memperbarui tampilan website, klik disini untuk mengakses versi lama website kami.

Kick-off Okupansi Survey Sumatra Wide Tiger Survey

Harimau Sumatra atau Phantera tigris sumatrae, telah dicap sebagai satwa selangkah menuju punah atau critically endangered species menurut kategori International Union for Conservation Nature (IUCN). Populasi harimau Sumatra dilaporkan semakin menurun. Menurut catatan Population and Habitat Viability 2015 yang digunakan oleh WWF, sejauh ini harimau Sumatra tercatat hanya berjumlah 371 individu yang tersebar dari Aceh hingga Lampung.
Upaya meningkatkan populasi harimau sumatra telah dilakukan oleh berbagai pihak, terutama oleh pemerintah melalui Direktorat Jenderal KSDAE. Dirjen KSDAE dalam hal ini Direktorat Konservasi Keanekaragaman Hayati (Dit. KKH) bekerjasama dengan mitra telah melakukan banyak hal. Salah satunya adalah adalah kegiatan Sumatra-Wide Tiger Survey (SWTS).
Pada tahun 2007-2009 telah dilakukan survey pola sebaran dan penggunaan ruang Harimau Sumatra dalam skala pulau pada 60% habitat harimau di Sumatera. Hasil SWTS mengungkap bahwa 72% dari wilayah survey masih dihuni oleh Harimau Sumatra, suatu kondisi yang menurut banyak ahli dapat dikatakan masih baik. Hasil survey ini telah menjadi rujukan utama dalam penyusunan beberapa dokumen strategis konservasi Harimau Sumatra dalam skala nasional dan internasional.
Sejak tahun 2010, telah dilakukan berbagai inisiatif dan inovasi dalam upaya penguatan perlindungan populasi harimau sumatra dan habitatnya. Untuk mengetahui efektivitas intervensi konservasi selama rentang periode tersebut, maka diperlukan pembaruan data pola distribusi dan penggunaan ruang dalam skala pulau melalui kegiatan SWTS kedua, yang dilaksanakan pada tahun 208 hingga 2019.
KLHK menargetkan peningkatan populasi Harimau Sumatra sebanyak dua kali lipat pada tahun 2022. Target tersebut tertuang dalam National Tiger Recovery Program (NTRP) 2010-2022. Untuk memantau efektivitas konservasi Harimau Sumatera tersebut, KLHK bersama para mitra kerja meluncurkan kegiatan Sumatera Wide Tiger Survey (SWTS) di Jakarta (13/3), sebuah survei satwa liar terbesar di dunia dalam hal kemitraan, sumber daya manusia, serta cakupan wilayah.
Direktur Bina Pengelolaan Ekosistem Esensial KLHK, Tandya Tjahjana dalam sambutannya menyampaikan bahwa Kementerian LHK harus terus berkomitmen dan menjalin kerjasama yang baik dengan para pihak terkait dalam upaya pelestarian Harimau Sumatera di alam. Program konservasi telah berkembang dalam 10 tahun terakhir. Pelaksanaan kegiatan SWTS ini telah memasuki tahap kedua dimana dukungan dan partisipasi aktif para pihak harus semakin ditingkatkan dan terus disinergikan dengan kebijakan pembangunan wilayah di daerah.
Menurut Direktur BPEE, habitat dan kantong populasi harimau banyak berkurang pada periode 1985-2008 akibat adanya perubahan tutupan hutan dan perubahan fungsi menjadi peruntukan lain. Selain itu, perburuan dan perdagangan ilegal serta terjadinya konflik manusia dengan harimau juga merupakan ancaman bagi kelestarian satwa dilindungi tersebut. Hasil kajian populasi dan habitat yang terbaru menunjukkan terdapat sekitar 604 ekor harimau yang hidup di alam liar. Harimau-harimau tersebut hidup di habitat yang tersisa di seluruh Sumatera. Hal ini menjadi tantangan bagi semua pihak dalam mempertahankan satu-satunya spesies harimau yang tersisa di Indonesia.
Hariyo T. Wibisono, Koordinator Pelaksana SWTS menyatakan bahwa SWTS 2018-2019 adalah kegiatan survei satwa liar terbesar di dunia, baik dalam hal kemitraan, sumber daya manusia yang terlibat, maupun luasan wilayah. Sebanyak 74 tim survei (354 anggota tim) dari 30 lembaga diturunkan untuk melaksanakan survei di 23 wilayah sebaran harimau seluas 12,9 juta hektar dimana 6,4 juta hektar di antaranya adalah habitat yang disurvei pada SWTS pertama.
Tercatat 15 unit pelaksana teknis (UPT) KLHK, lebih dari 10 Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH), 21 LSM nasional dan internasional, 2 universitas, 2 perusahaan, dan 13 lembaga donor yang telah bergabung mendukung kegiatan SWTS. Prof. Dr. Gono Semiadi dari LIPI menerangkan bahwa ada beberapa hal yang ingin dihasilkan dari SWTS kedua ini. Kegiatan ini diharapkan dapat menemukan proporsi area yang menjadi wilayah hidup harimau, informasi mengenai keragaman genetika populasi di masing-masing kantong habitat, meningkatkan kapasitas teknis nasional, serta beberapa dokumen strategi konservasi harimau seperti yang dihasilkan oleh SWTS pertama.
Selain informasi terkait wilayah sebaran dan kondisi Harimau Sumatera, output yang diharapkan dari kegiatan SWTS kedua ini mencakup juga data genetik di seluruh kantong habitat satwa tersebut. Seluruh data, informasi dan kajian hasil SWTS tersebut terpusat di database Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE), KLHK. Selanjutnya, informasi tersebut dapat menjadi acuan arah kebijakan konservasi di masa depan tidak hanya untuk Harimau Sumatera, tetapi juga satwa badak, orangutan, gajah, dan satwa liar lainnya di Pulau Sumatera.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *