Kami telah memperbarui tampilan website, klik disini untuk mengakses versi lama website kami.

target="_blank" rel="nofollow" > Login

Keanekaragaman Hayati Indonesia

Acuan: IBSAP 2025-2045

Balai Kliring Kehati Indonesia

Indonesia sebagai negara yang memiliki keanekaragaman jenis hayati (kehati) yang sangat tinggi. Kekayaan ini dapat dikaitkan dengan fakta bahwa Indonesia mencakup dua wilayah bio-geografis utama, Indomalaya dan Australasia, dan kawasan pertemuan kedua benua

Meskipun Indonesia hanya mencakup 1,3 persen permukaan bumi, namun Indonesia merupakan rumah bagi 10% spesies tumbuhan berbunga dunia; 12% spesies mamalia dunia; 16% dari seluruh spesies reptil dan amfibi; 17% spesies burung di dunia; dan 25% atau lebih spesies ikan dunia.

Total Luas daratan Indonesia adalah 1.919.440 km dan luas perairan 3.257.483 km dengan garis pantai sepanjang 99.093 km (BIG 2013) dengan total hutan hujan sekitar 1,10 juta km2 ( 26, 9 juta ha diantaranya telah disihkan sebagai kawasan lindung berupa Taman Nasional, Cagar Alam , Suaka Margasatwa dll) Indonesia adalah salah satu Negara terkaya dalam kehati di dunia . Secara geologi, Indonesia dilalui oleh dua jalur pegunungan muda dunia, yaitu Pegunungan Mediterania di sebelah barat dan Pegunungan Sirkum Pasifik di sebelah timur. Dua jalur pegunungan tersebut menyebabkan Indonesia banyak memiliki gunung api yang aktif sehingga sering disebut sebagai The Pacific Ring of Fire. Hal ini juga menyebabkan Indonesia menjadi kawasan rawan gempa bumi.

Pembagian bioregion di Indonesia didasarkan pada bio geografi flora dan fauna yang tersirat oleh adanya garis Wallace (Wallace 1860 dan 1910), garis Webern(Weber 1904), dan garis Lydekker (1896). Pada awalnya, garis Wallace memisahkan wilayah geografi fauna (zoogeography) Asia (Paparan Sunda) dan Australasia.

Alfred Russell Wallace menyadari adanya perbedaan pengelompokan fauna antara Borneo dan Sulawesi dan antara Balidan Lombok. Kemudian, garis ini dikonfirmasi dengan teori Antonio Pigafetta, sehingga garis Wallace digeser ke arah timur menjadi garis Weber (Weber 1902). Garis Lydekker merupakan garis biogeografi yang ditarik pad batasan Paparan Sahul (Papua-Australia) yang terletak pada bagian timur Indonesia (Hugh 1992).

Pembagian bioregion ini diperkuat oleh hasil penelitian terkini (Berg and Dasmann 1977; Duffels 1990; Maryanto and Higashi 2011). Berdasarkan hasil penelitian di atas, maka secara biogeografis, Indonesia ditetapkan menjadi 7 (tujuh) bioregion, yaitu (i) Sumatra, (ii) Jawa dan Bali, (iii) Kalimantan, (iv) Sulawesi, (v) Kepulauan Sunda Kecil (Lesser Sunda Island), (vi) Maluku, dan (vii) Papua. Bioregion di Papua memiliki bentang alam luas serta kekayaan keanekaragaman jenis hayati dan endemisme yang tinggi yang mempengaruhi fungsi ekosistemnya.

cropped-view-of-volunteers-holding-cardboard-box-with-clothes-in-charity-center.jpg
Lx3T_Delilah dan bayinya-01

Keanekaragaman Ekosistem

Indonesia mempunyai keanekaragaman ekosistem yang terdiri dari ekosistem alami dan ekosistem buatan. Ekosistem ini mencakup keanekaan bentuk dan susunan bentang alam, daratan maupun perairan, di mana makhluk atau organisme hidup (tumbuhan, hewan dan mikroorganisme) berinteraksi dan membentuk keterkaitan dengan lingkungan fisiknya. Ke-17.000 pulau di kepulauan ini menyokong beragam habitat mulai dari hutan hujan dataran rendah dan hutan bakau hingga padang rumput sabana, hutan rawa dan perbukitan kapur hingga hutan pegunungan, padang rumput alpine, dan pegunungan yang puncaknya bersalju. Keanekaragaman habitat ini mendukung kekayaan spesies flora dan fauna. Contoh ekosistem padang rumput, lumut sampai mintakat padang es (nival) di puncak pegunungan Jaya Wijaya Papua, hutan hujan tropik Sumatera dan Kalimantan, bentangan terumbu karang di Bunaken, ekosistem padang lamun di Selat Sunda, dan ekosistem lainnya. Keanekaragaman ekosistem Indonesia dibagi menjadi 19 tipe ekosistem alami yang tersebar di berbagai wilayah mulai dari Sumatera sampai ke Papua. Pada ke- 19 tipe ekosistem ini terbagi menjadi 74 tipe vegetasi yang tersebar hampir pada seluruh Bioregion yang ada di Indonesia (Kartawinata 2013). Variasi tersebut menunjukkan bahwa setiap ekosistem kaya akan kekayaan jumlah jenis flora dan fauna.

Keanekaragaman Jenis

Keanekaragaman jenis mengacu pada jumlah jenis berbeda yang ditemukan di suatu lokasi tertentu. Beberapa kawasan seperti hutan hujan tropis dan terumbu karang memiliki keanekaragaman spesies yang tinggi. Keanekaragaman jenis sangatlah penting karena hilangnya suatu spesies jarang terjadi secara terpisah karena tumbuhan dan satwa memainkan peran penting dalam kelangsungan hidup spesies lain sebagai sumber makanan, pengelolaan populasi, dan sebagai tempat berlindung.


Keanekaragaman jenis adalah keaneragaman jenis organisme yang menempati suatu ekosistem, di darat maupun di perairan. Dengan demikian masing-masing organisme mempunyai ciri yang berbeda satu dengan yang lain. Sebagai contoh, di Indonesia ada enam jenis penyu yang berbeda, yaitu penyu hijau (Chelonia mydas), penyu sisik (Eretmochelys imbricata), penyu lekang (Lepidochelys olivacea), penyu pipih (Natator depressus), penyu belimbing (Dermochelys cariacea) dan penyu tempayan (Caretta caretta), yang masing-masing memiliki ciri fisik (fenologi) yang berbeda.


Keanekaragaman jenis tidak diukur hanya dari banyaknya jenis di suatu daerah tertentu tetapi juga dari keanekaragaman takson (kelompok taksonomi yaitu kelas, bangsa, suku dan marga). Kehati berdasarkan jenis dikelompokkan dalam dua bagian yaitu: (i) kehati yang hidup di ekosistem laut dan pantai (biota laut) dan (ii) kehati yang hidup di ekosistem terestrial (biota terestrial).

Flora Dan Fauna Endemis

Keunikan geologi dan ekosistem Indonesia menyebabkan tingginya endemisitas fauna, flora, dan mikroba. Indonesia memiliki endemisitas jenis fauna yang sangat tinggi bahkan untuk beberapa kelompok seperti burung, mamalia dan reptil, memiliki endemisitas tertinggi di dunia.

Spesies endemik penting karena mereka hanya berada di habitat yang terbatas pada wilayah tertentu akibat perubahan iklim, pembangunan atau kegiatan lainnya seperti perburuan, pemanenan yang berlebihan. Spesies endemik seringkali terancam punah, sehingga penting untuk menyelamatkan spesies tersebut. Seringkali spesies endemik terbatas pada suatu wilayah tertentu karena mereka hanya dapat beradaptasi dengan wilayah tertentu saja. Satwa endemik mungkin hanya memakan jenis tanaman tertentu yang tidak dapat ditemukan di mana pun, atau suatu tanaman telah beradaptasi secara sempurna untuk tumbuh subur pada iklim dan jenis tanah tertentu.

w8hX_20231112_155601

Karena keterbatasan beradaptasi dan bertahan serta ketidakmampuan untuk berpindah ke habitat baru, beberapa spesies endemik mempunyai risiko kehancuran tertentu ketika penyakit baru menyerang, ketika kualitas habitat terancam, atau jika spesies invasif memasuki wilayahnya dan menjadi pesaing. atau pemangsa.

Fauna Endemis
Fauna endemis Indonesia berjumlah masing-masing 270 jenis mamalia, 386 jenis burung, 328 jenis reptil, 204 jenis amphibia, dan 280 jenis ikan. Setiap kelompok takson pada masing- masing pulau di Indonesia menunjukkan angka tingkat endemisitas yang berbeda.
Flora Endemis
Tingkat endemisitas flora Indonesia tercatat antara 40–50% dari total jenis flora pada setiap pulau kecuali pulau Sumatra yang endemisitasnya diperkirakan hanya 23%. Hasil analisis biografi mamalia kecil menunjukkan bahwa pulau- pulau kecil ternyata memiliki tingkat endemistas yang sangat tinggi seperti yang ada pada Pulau Flores, Enggano, Mentawai dan lain-lain (Maryanto dan Higashi 2011).
MJD9_72B080CC-4259-4335-BA01-50105F2E65EC
packing-boxes-for-people-in-need.jpg
fXOH_IMG-20240306-WA0053

Ancaman Kepunahan Kehati Endemis Indonesia

Ancaman terbesar kepunahan kehati, terutama yang bersifat endemis adalah disebabkan oleh hilangnya habitat kehati. Kehilangan habitat terutama disebabkan oleh:.

  • lingkungan dan perubahan iklim yang berakibat pada rusaknya habitat kehati
  • Habitat dan spesies ini kini terancam oleh perkembangan penebangan kayu, pertambangan, perladangan berpindah dan perubahan penggunaan lahan lainnya untuk memenuhi kebutuhan populasinya yang terus meningkat serta perubahan iklim. Habitat dataran rendah dan lahan basah yang paling beragam secara biologis sangat terancam karena merupakan wilayah yang paling mudah diakses untuk pengembangan pertanian
  • Spesies satwa liar khususnya, juga terancam oleh pemanenan langsung untuk memenuhi meningkatnya permintaan satwa liar akan hewan peliharaan, obat-obatan tradisional, hiasan, konsumsi  dan aksesoris.