Dalam rangka memperkuat upaya mitigasi interaksi negatif gajah sumatera dan manusia di Provinsi Sumatera Selatan, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Selatan kembali melakukan pemasangan satu unit GPS Collar kepada kelompok gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) di Areal Kerja Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH), Hutan Tanaman Industri (HTI) PT Bumi Andalas Permai, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Provinsi Sumatera Selatan pada Minggu, 14 Mei 2023.
Pemasangan dilakukan pada gajah berjenis kelamin betina yang berada pada kelompok gajah yang berjumlah 13 ekor. Gajah betina tersebut berusia sekitar 25 tahun dan memiliki berat 2.782 kg.
Pemasangan GPS Collar ini merupakan pemasangan ketiga pada kelompok gajah yang berada di Provinsi Sumatera Selatan. Sebelumnya, pada 13 Mei 2022 lalu pemasangan GPS Collar telah dilakukan pada dua kelompok gajah, yaitu kelompok Meilani, berjumlah 34 ekor dan kelompok Meissi, berjumlah 14 ekor.
Kegiatan ini merupakan kerja kolaborasi para pihak, yaitu: BKSDA Sumatera Selatan, PT OKI Pulp dan Paper Mills, salah satu unit usaha APP Sinar Mas; PT Bumi Andalas Permai (BAP), mitra pemasok APP Sinar Mas; Perkumpulan Jejaring Hutan Satwa (PJHS); Dokter Hewan; Tim Teknis BBKSDA Riau; dan BKSDA Bengkulu.
Pemasangan dilaksanakan selama dua hari, yaitu pada 13 Mei 2023 sampai dengan 14 Mei 2023. Sebelumnya, pada Jum’at, 12 Mei 2023 tim melakukan briefing konsolidasi untuk menyusun rencana dan strategi, membagi tugas serta memastikan kembali kelengkapan dan kelayakan peralatan. Tim melanjutkan dengan kegiatan survei dan memastikan gajah target pada Sabtu, 13 Mei 2023. Tim berhasil memasangkan GPS Collar pada Minggu, 14 Mei 2023 pukul 17.05 WIB.
Kepala Seksi Konservasi Wilayah III BKSDA Sumatera Selatan, Sugito menyatakan bahwa kegiatan ini bertujuan untuk memahami pola pergerakan gajah melalui pemanfaatan Teknologi Satelit Inmarsat dalam selang waktu guna mewujudkan prinsip koeksistensi antara aktivitas manusia dan kehidupan gajah liar di kantong habitat gajah Sugihan-Simpang Heran sebagai kantong populasi gajah sumatera terbesar di Provinsi Sumatera Selatan.
Kepala BKSDA Sumatera Selatan, Ujang Wisnu Barata menjelaskan bahwa kantong habitat Sugihan-Simpang Heran memiliki luas kurang lebih 632 ribu hektar, dimana didalamnya telah disepakati delineasi Koridor Gajah Liar kurang lebih 232 ribu hektar oleh para pihak pada 23 Juni 2022. Keseluruhan areal koridor berada di kawasan Hutan Produksi pada wilayah konsesi APP Sinar Mas.
“Koridor tersebut didelineasi atas dasar pertimbangan jejak kehadiran dan hasil monitoring berkala, yang selanjutnya menjadi lokus manajemen habitat dan populasi melalui berbagai kegiatan terintegrasi yaitu pengkayaan pakan gajah, pembuatan artificial saltlick, pengaturan komoditi tanaman, pembuatan barrier fisik/vegetasi serta monitoring populasi. Ini dilakukan agar lebih menjamin penyediaan ruang hidup dan habitat yang cukup dalam menopang kehidupan gajah liar sehingga interaksi negatif gajah liar di wilayah masyarakat dapat dikendalikan,” terang Ujang.
Berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.106/MENLHK/ SETJEN/KUM.1/12/2018 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri LHK No P.20/Menlhk/Setjen/Kum.1/6/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi, gajah sumatera termasuk ke dalam satwa liar dilindungi bersama dengan 786 jenis satwa liar lainnya. Menurut The International Union for Conservation of Nature’s Red List of Threatened Species (IUCN), saat ini gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) berstatus Critically Endangered (kritis).
“Sebagaimana Instruksi Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor INS.1/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2022 tentang Perlindungan Satwa Liar atas Ancaman Penjeratan dan Perburuan Liar di Dalam dan di Luar Kawasan Hutan tanggal 17 Juni 2022 yang telah ditindaklanjuti dengan terbitnya Standar Operasional Prosedur (SOP) Nomor SOP.1/KSDAE/SET.3/KSA.2/12/2022 tentang Perlindungan Satwa Liar di Dalam dan di Luar Kawasan Hutan tanggal 7 Desember 2022. Serta memastikan bahwa upaya perlindungan terhadap satwa liar yang dilindungi pada areal kerja PBPH berjalan intensif, mengimplementasikan Surat Edaran Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari Nomor SE.7/PHL/PUPH/HPL.1/10/2022 tanggal 14 Oktober 2022 tentang Perlindungan Satwa Liar yang Dilindungi di Dalam Areal Kerja Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH),” jelas Ujang.
Ujang menyampaikan ucapan terima kasih kepada jajaran BBKSDA Riau dan BKSDA Bengkulu, PJHS, dan PT BAP atas dukungan personil dokter hewan, tim teknis, dan peralatan pelontar atau pendorong bius sehingga upaya bersama yang dilakukan dapat terlaksana dengan baik.
“Sebagai tanda pengenal di lapangan, tim bersepakat memberi nama gajah betina yang dipasang GPS Collar tersebut dengan nama Meisya, untuk melengkapi Meilani dan Meissi yang telah terpasang sebelumnya pada bulan Mei 2022 lalu,” ungkap Ujang
Sementara itu, Jasmine N.P. Doloksaribu, Head of Landscape Conservation APP Sinar Mas yang turut mengawal proses pemasangan GPS Collar di lapangan, menyatakan bahwa APP Sinar Mas berkomitmen mendukung Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam program human-elephant co-existence.
“Pemasangan GPS Collar ini diharapkan dapat membantu dalam memahami prinsip berbagi ruang hidup antara manusia dan gajah serta merumuskan strategi aksi konservasi yang efektif sesuai dengan Surat Edaran Direktur Jenderal PHL Nomor SE.7/PHL/PUPH/HPL.1/10/2022 dan Surat Edaran Direktur Jenderal KSDAE Nomor SE.7/KSDAE/KKH/KSA.2/10/2021. Ini sejalan dengan Sustainability Roadmap Vision (SRV) 2030 dan Kebijakan Forest Conservation Policy APP Sinar Mas,” tutur Jasmine.
Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati, Spesies dan Genetik, Indra Exploitasia dalam kesempatan terpisah menyatakan bahwa pemasangan GPS Collar ini merupakan bentuk asistensi melekat BKSDA Sumatera Selatan kepada mitra pemegang PBPH yang arealnya terdapat satwa liar dilindungi, dalam menjalankan kewajibannya.
“Apresiasi kepada tim BKSDA Sumatera Selatan dan mitra yang telah melakukan pemasangan GPS Collar. Pemasangan ini merupakan bagian dari manajemen konservasi insitu. Kegiatan ini bertujuan selain untuk melakukan pemantauan dan monitoring pergerakan gajah juga sekaligus sebagai mitigasi interaksi negatif yg menyebabkan konflik satwa gajah dengan manusia. Diharapkan kegiatan ini menjadi wadah kolaborasi antar pihak dalam melakukan konservasi insitu satwa gajah di habitat alamnya sehingga tercipta harmoni hidup berdampingan manusia dan satwa gajah,” pungkas Indra.
http://ppid.menlhk.go.id/