Kami telah memperbarui tampilan website, klik disini untuk mengakses versi lama website kami.

target="_blank" rel="nofollow" > Login

Konservasi Makin Strategis, Menteri LHK Minta Jajaran KSDAE Jaga Hubungan Nasional-Subnasional

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Siti Nurbaya memberikan arahan kepada para pejabat lingkup Direktorat Jenderal (Ditjen) Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekositem (KSDAE) saat melaksanakan Rapat Koordinasi Teknis (Rakornis) KSDAE di Jakarta (3/10/2023).

Konservasi sumber daya alam dan ekosistem yang terkandung didalamnya menurut Menteri Siti sangat penting sekali untuk dikontrol secara nasional. Menteri Siti mengawali arahannya dengan menjelaskan konsep koherensi antara kebijakan dan strata. Dalam kaitan dengan KLHK, strata tersebut dapat terbagi dalam 2 hal yaitu negara atau pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, provinsi hingga ke tingkat paling bawah, dan negara dalam hal ini pemerintah/nasional dengan pihak lain yang disebut subnasional seperti LSM, dunia usaha dan komunitas.

“Kalau kita pahami teori nasional dan sub-nasional, berarti kita di posisi nasional dan yang lain subnya, kita harus kokoh sebagai nasional-nya, sebagai pemerintah, jangan merasa sama apalagi di bawah dengan yang subnasional,” ujar Menteri Siti.

Koherensi ini, menurut Menteri Siti sangat penting karena para pimpinan, termasuk pimpinan di UPT harus mengerti kebijakan dasar, operasional hingga implementasinya agar konservasi sumber daya alam dapat dikontrol sepenuhnya secara nasional.

Pada kesempatan ini, Menteri Siti utamanya meminta kepada seluruh pejabat lingkup Ditjen KSDAE untuk mengikuti proses revisi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990. Dirinya menegaskan bahwa posisi Ditjen KSDAE saat ini adalah untuk menguatkan UU 5/1990, bukan menggantinya.

Beberapa poin yang diharapakan untuk diperkuat dalam UU 5/1990 antara lain: (1) Tiga prinsip konservasi yaitu Perlindungan, Pengawetan dan Pemanfaatan, tetap dipertahankan; (2) Penguatan pengaturan pemanfaatan kondisi lingkungan KSA/KPA yaitu berupa pemanfaatan air, karbon hutan serta energi baru dan terbarukan; (3) Penguatan konvensi internasional yang telah diratifikasi, keamanan hayati, pemanfaatan sumber daya genetik dan TSL; (4) Status internasional terhadap KSA dan KPA; (5) Penguatan efektivitas penanganan tindak pidana KSDAE; dan (6) Pendanaan untuk kegiatan KSDAE.

Menteri Siti kemudian juga menyampaikan bahwa pekerjaan dalam bidang konservasi juga sangat strategis untuk mendukung Indonesia’s FOLU Net-Sink 2030. Oleh karena itu, dirinya meminta seluruh jajaran di Ditjen KSDAE untuk memahami konsep dan aksi dalam FOLU Net-Sink 2030.

“Kelebihannya, KSDAE untuk FOLU Net-Sink 2030 adalah biodiversity, saya kira sesuai dengan prinsipnya saja yaitu untuk mempertahankan life support system, biodiversity kita diperkuat itu semakin bagus, bukan hanya identifikasi dan pemeliharaan tapi juga inventory dan eksplorasi,” terang Menteri Siti.

Menteri Siti melanjutkan arahannya dengan berpesan kepada seluruh pejabat tinggi di Ditjen KSDAE untuk mencermati kerjasama-kerjasama yang akan datang yang terkait dengan KSDAE. Hal tersebut dikarenakan kawasan konservasi yang memiliki potensi menyimpan karbon dalam jumlah yang besar, akan mendatangkan minat dari berbagai pihak dalam dan luar negeri.

“Maka kerjasama bidang KSDAE harus dijaga betul, tidak boleh ada kontrak karbon dengan kita. Yang paling penting prinsipnya itu, kerjasama harus diwaspadai arahnya kemana, karena menilah harga karbon itu bukan hanya dari vegetasi, tapi manajemen juga bisa menjadi nilai yang tinggi,” tegas Menteri Siti.

Menyoal pengelolaan kawasan konservasi dengan pendekatan Landscape Approach dan Resort Based Management (RBM), Menteri Siti meminta seluruh aparatur KSDAE untuk mengaktualisasikan dan mempopulerkan dengan tepat. Dirinya berkisah dahulu ketika ada perdebatan terkait kata resort di TN Komodo, banyak pihak dari luar negeri mengira bahwa akan dibangun resort-resort seperti hotel.

Menteri Siti juga menekankan, bahwa semua urusan konservasi adalah urusan KSDAE, baik itu di dalam kawasan maupun di luar kawasan. Dirinya mencontohkan, apabila ada satwa orangutan misalnya yang berkeliaran di luar kawasan konservasi, maka itu termasuk dalam urusan KSDAE.

Menteri Siti menjabarkan, penguatan resort dapat dilakukan diantaranya melalui: (1) Penerbitan peraturan Menteri LHK tentang operasional resort sebagai panduan, dasar penetapan anggaran serta standarisasi sarana pelaksanaan kegiatan pada unit resort; (2) Peningkatan kapasitas sumber daya manusia unit resort; (3) Membangun sistem pengelolaan data (perekaman, penyimpanan dan analisis data); dan (4) Optimalisasi peran Masyarakat dalam pelaksanaan kegiatan resort.

Fungsi resor dalam pengelolaan Kawasan konservasi adalah: (1) Sebagai unit organisasi yang berinteraksi langsung dengan Masyarakat dan potensi kawasan; (2) Secretariat/base camp dalam kegiatan lapangan; (3) Simpul informasi yang aktual; (4) Pusat informasi pergerakan satwa liar yang berpotensi konflik dengan masyarakat; dan (5) Tempat koordinasi pertama dalam penanganan tindak pidana kehutanan.

Unit-unit Pelaksana Teknis (UPT) Ditjen KSDAE yang berada di seluruh wilayah Indonesia diminta oleh Menteri Siti untuk selalu melakukan pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan Masyarakat merupakan media untuk memfasilitasi masyarakat dalam pemanfaatan secara tradisional potensi Kawasan Suakan Alam (KSA) dan Kawasan Pelestarian Alam (KPA) sekaligus untuk meningkatkan peran masyarakat dalam pengamanan KSA dan KPA.

Pemberdayaan masyarakat sekitar KSA KPA juga termasuk didalamnya pelibatan masayarakat adat. Mengakomodasi keberadaan masyarakat adat menjadi salah satu inovasi pengelolaan kawasan konservasi yang berkeadilan dan berkelanjutan. Dengan kearifan lokal dalam pemenuhan hidupnya, masyarakat adat dan masyarakat umum di lokasi tersebut terbukti menjadi sangat bersahabat dengan alam sekitar, bahkan berperan sebagai penjaga kelestarian lingkungan.

Menteri Siti pada kesempatan ini juga mengharapkan UPT-UPT KSDAE di daerah untuk menguatkan kembali kader konservasi dengan melibatkan generasi muda dan teknologi informasi yang modern. Generasi muda kader konservasi tersebut dapat dilibatkan Kegiatan bina cinta alam yang bertujuan untuk membangun persepsi dan aksi masyarakat agar ikut serta mendukung penyelenggaraan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.

“Saya titip kader konservasi diperkuat kembali, dimodernisasi generasi mudanya, diajak dalam kegiatan advanture, penelitian, indentifikasi, dan sebagainya,” pinta Menteri Siti.

Terkait dengan pemanfaatan, jasa lingkungan kawasan konservasi, Menteri Siti mengungkapkan bahwa taman nasional dapat menjadi pusat pertumbuhan ekonomi di daerah melalui pemanfaatan jasa lingkungan di dalamnya. Jasa lingkungan tersebut antara lain seperti ekowisata, pemanfaatan panas bumi, air, dan nilai ekonomi karbon.

Selanjutnya, interaksi antara satwa liar dengan manusia juga menjadi perhatian Menteri Siti, karena hal ini menjadi bagian penting dari tugas dan kewenangan KSDAE. Dirinya berpesan penanganan konflik satwa liar dengan manusia dilaksanakan melalui tahapan rescue-rehab-habituasi-release.

Demikian pula untuk pemanfaatan tumbuhan satwa liar dan bioprospeksi yang menjadi potensi besar bagi KSDAE, Menteri Siti meminta penguatan pengawasan peredaran TSL. KSDAE diminta perkuat kerjasama dengan aparat penegak hukum dan aparat Customs Immigration and Quarantine (CIQ).

Terakhir, Menteri Siti meminta seluruh jajaran KSDAE untuk solid dan selalu berkonsolidasi antar jajaran. Menurutnya, konsolidasi tersebut sangat dibutuhkan dalam upaya menjamin keberhasilan pencapaian tujuan konservasi.

“Saya ingin kita memperkuat konsolidasi antar jajaran KSDAE, jadi seluruh elemen yang terlibat dalam upaya konservasi keanekaragaman hayati yang saling terkait dan mempengaruhi perlu memperkuat konsolidasinya baik secara internal dan eksternal,” harap Menteri Siti.

https://ppid.menlhk.go.id/

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *