Wahyu, seekor Macan Tutul Jawa (Panthera pardus melas), berhasil dilepasliarkan di kawasan hutan di Resort Pengelolaan Taman Nasional Wilayah (PTNW) Gunung Butak, Seksi PTNW II Bogor, Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) pada Selasa (23/05/2023). Macan tutul Wahyu berjenis kelamin jantan yang saat ini diperkirakan berumur 6 tahun 11 bulan.
Wahyu merupakan satwa konflik yang turun ke pemukiman warga di Kecamatan Tanggeung, Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat, sehingga kemudian ditangkap dan diserahkan oleh masyarakat kepada
pihak kepolisian sektor Tanggeung.
Kisahnya, pada tanggal 21 Maret 2017 Tim Pusat Penyelamatan Satwa Cikananga (PPSC) mengevakuasi satu ekor anak macan tutul yang diperkirakan berumur sekitar 10 bulan, di Polsek Tanggeung Kabupaten Cianjur yang sudah di tanggap oleh warga dengan posisi kaki masih depan dan belakang terjerat tambang. Penangkapan terjadi saat macan tersebut bersembunyi di bawah rumah warga dan Kemudian warga masyarakat secara bersama-sama melakukan penangkapan dengan cara memasang jaring dan menjerat macan tersebut menggunakan tambang.
Setelah berhasil evakuasi, Wahyu kemudian menjalani perawatan dan masa rehabilitasi di PPS selama sekitar 6 tahun. Satwa tersebut tumbuh dengan baik dan tidak ada komplikasi medis karena dibesarkan di kandang perawatan. Sejak awal, Wahyu tidak aktif di siang hari dan langsung bersembunyi begitu mendengar atau melihat orang. Oleh karena itu, semua pemantauan dan penilaian perilaku dilakukan dengan menggunakan kamera jebak. Pada tahun 2023, berdasarkan hasil penilaian terhadap perilaku Wahyu di kandang rehabilitasi, maka satwa ini dinilai telah layak untuk dilepasliarkan kembali ke habitat alaminya.
Macan Tutul merupakan satwaliar dilindungi sesuai Permenlhk No. 106 Tahun 2018. Selain sudah termasuk Endagered (EN: Terancam) menurut IUCN, Macan tutul juga masuk ke dalam Appendix I CITES, artinya satwa ini tidak boleh diperjualbelikan dalam bentuk apapun.
Kini, Wahyu menempati rumah barunya di TNGHS dengan luas sekitar 87.669 hektar yang merupakan ekosistem hutan pegunungan tropis terluas yang berada di Pulau Jawa, dimana Macan Tutul Jawa (Panthera pardus melas) merupakan salah satu satwa kunci di kawasan ini, disamping dua satwa kunci lainnya yaitu Elang Jawa (Nisaetus bartelsi) dan Owa Jawa (Hylobates moloch). Adapun jumlah populasi Macan Tutul Jawa saat ini di kawasan TNGHS diperkirakan berjumlah sekitar 48 – 52 ekor dengan kepadatan populasi sekitar 11,2 individu/100 Km2.
Berbagai upaya telah dilakukan dalam menjaga kelestarian Macan Tutul Jawa serta spesies hewan asli TNGHS lainnya. Upaya tersebut dilakukan antara lain melalui kegiatan patroli serta sosialisasi pengamanan hutan, monitoring satwa secara langsung maupun dengan menggunakan kamera trap, kajian populasi dan habitat satwa serta upaya penambahan populasi melalui kegiata pelepasliaran satwa hasil proses rehabilitasi, baik yang berasal dari serahan maupun sitaan.
Berdasarkan kajian kesesuaian habitat TNGHS melalui pemodelan spasial, diperkirakan terdapat area hutan seluas 47.619,9 hektar di dalam kawasan TNGHS yang sesuai untuk tempat hidup/habitat alami Macan Tutul Jawa, dimana 21.391,9 ha diantaranya, termasuk lokasi pelepasliaran Macan Tutul Wahyu ini, memenuhi kriteria sebagai lokasi pelepasliaran.
Dengan demikian, kawasan TNGHS masih sangat layak digunakan sebagai lokasi pelepasliaran Macan tutul Jawa yang diharapkan akan menemukan pasangan dan berkembangbiak untuk meneruskan keberadaannya sebagai top predator dalam menjaga keseimbangan ekosistem hutan TNGHS.
Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE), KLHK, Prof. Satyawan Pudyatmoko menyampaikan bahwa pelepasliaran ini dimaksudkan untuk Menambah populasi liar macan tutul jawa. Dirinya juga berharap juga momen ini menjadi kegiatan bersama untuk mempererat kerja sama bebagai stakeholder dalam hal konservasi.
Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati Genetik dan Spesies, drh. Indra Eksploitasia pada kesempatan ini juga menyampaikan bahwa Wahyu akan meningkatkan keragaman genetik spesies di TNGHS. “Semoga Wahyu mendapatkan jodohnya di TNGHS, hidup dan menghasilkan anak-anak macan tutul dengan keragaman genetik,” ungkap Indra.
Kegiatan pelepasliaran ini terselenggara atas kerja sama berbagai pihak antara lain Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Jawa Barat dan Balai TNGHS, dengan dukungan dari Yayasan Cikananga Konservasi Terpadu, Yayasan Sintas Indonesia, Forum Konservasi Macan Tutul Jawa, Fansfornature, Orang Utan Help, Wanicare, Gembira Loka Zoo, Yayasan Bakti Barito, dan Star Energy Geothermal Salak, Ltd. Pelepasliaran satwa Macan Tutul “Wahyu” menjadi bagian dari rangkaian Road to HKAN 2023.
http://ppid.menlhk.go.id/