BP2LHK Aek Nauli (Aek Nauli, Mei 2019)_Sejak tahun lalu, 2018 BP2LHK Aek Nauli mulai mengembangkan rukam dan sembilan jenis pohon buah hutan khas Batak lainnya di Taman Etnobotani yang dibangun di Arboretum Aek Nauli. Hal ini dilakukan sebagai upaya pelestarian dan pengembangan buah lokal.
Rukam (Flacourtia rukam) merupakan jenis tanaman buah yang kurang populer di masyarakat. Tidak seperti tanaman buah populer seperti manggis, mangga, dan melon yang ditanam masyarakat secara luas di beberapa daerah, rukam justru sebaliknya, sehingga kelestariannya terancam. Padahal, tanaman rukam mempunyai manfaat yang cukup banyak. Selain bahan membuat manisan dan bumbu, rukam juga mempunyai khasiat obat, seperti diare dan gangguan pencernaan.
Peneliti BP2LHK Aek Nauli, Dr. Aswandi mengatakan, di kawasan Danau Toba, Sumatera Utara, tanaman rukam sudah mulai langka. Hal ini disebabkan karena jarang dibudidayakan dan kurang mendapat perhatian dari masyarakat. Selain itu, adanya buah-buahan impor dari luar negeri yang banyak beredar bebas di pasaran pada akhirnya mengancam keberadaan serta kelestarian jenis-jenis buah lokal.
Menurutnya, Upaya yang dapat dilakukan untuk menghindari terjadinya hal tersebut adalah konservasi dan pengembangan buah lokal. Tahap awal untuk melakukan konservasi dan pengembangan adalah eksplorasi, karakterisasi, dan seleksi.
“Tidak adanya upaya penanaman kembali semakin memperburuk kelestarian tanaman rukam. Karena itu sejak tahun 2018 BP2LHK Aek Nauli telah mengembangkan rukam beserta sembilan jenis pohon buah hutan khas Batak lainnya pada Taman Etnobotani yang dibangun di Arboretum Aek Nauli,” tutur Aswandi.
“Saat ini, jenis-jenis pohon buah tersebut telah diperbanyak secara generatif dan vegetatif. Jenis pohon buah ini telah ditanam untuk memperkaya koleksi arboretum Aek Nauli yang telah ditanami jenis-jenis endemik dataran tinggi Danau Toba, seperti Kayu Kapur dan Kemenyan,” tambah Aswandi.
Tanaman rukam ini termasuk cepat tumbuh semainya, dalam waktu dua minggu sudah berkecambah, namun pertumbuhan berikutnya terhitung lambat. Dalam pengamatan dan pengukuran tinggi, diameter, dan jumlah daun pada semai rukam yang dilakukan di green house BP2LHK Aek Nauli selama lima bulan, kecambah rukam mempunyai tinggi rata-rata 7,9 cm dengan diameter rata-rata 0,10 mm, dan jumlah daun rata-rata 8 daun.
Berbagai literatur menyebutkan, buah rukam mengandung senyawa antara lain flavanoid, terpen, dan saponin. Senyawa flavanoid berfungsi sebagai antimikroba, antibakteri, dan antifungi. Terpen banyak ditemukan sebagai bahan aktif ideal pestisida alami, selain itu terpen berfungsi sebagai antibakteri, antivirus, serta pestisida dan insektisida. Sedangkan senyawa saponin berfungsi sebagai anti mikroba, fungisida, antibakteri, antivirus, pestisida, molluscisida, dan insektisida. Senyawa pada rukam juga diketahui memiliki efek anti parasitik, yaitu yang berpotensi untuk mengobati penyakit cacing mata (thelaziasis) pada ternak sapi.
Tanaman rukam tumbuh di daerah tropika basah sampai pada ketinggian 1500 m dpl. Rukam tumbuh subur pada kondisi tropis yang panas dan lembab dari ketinggian 2100 m dpl. Habitat alaminya di hutan primer dan sekunder, di sepanjang sungai, di tempat teduh, serta di bawah sinar matahari penuh. Rukam mempunyai adaptasi yang cukup terhadap kisaran suhu, curah hujan, dan kondisi tanah, namun tidak tahan terhadap kondisi es dan salin. Di Indonesia, rukam tumbuh di pulau Sumatera, Bangka, Belitung, Jawa dan Kalimantan.***SLT