Dalam memperingati Hari Migrasi Burung Sedunia, Yayasan KEHATI (KEHATI) dan Accenture Indonesia melakukan pengamatan burung air di Hutan Lindung Angke Kapuk, Jakarta (11/5). Kegiatan ini diikuti oleh karyawan Accenture dan pemerhati burung dari komunitas biodiversity warriors Yayasan KEHATI.
Ini kali pertama Accenture di Indonesia melakukan kegiatan CSR di bidang keanekaragaman hayati. Sebelumnya, kegiatan CSR yang dilakukan banyak menyasar ke bidang kewirausahaan, kesiapan bekerja, kesehatan, dan pemberdayaan perempuan. “Berdasarkan riset internal kepada karyawan kami, mereka lebih engaged ketika perusahaan peduli terhadap lingkungan. Sehingga acara ini sangat bermanfaat tidak hanya bagi lingkungan, namun juga bagi karyawan Accenture,” ujar Managing Director Accenture Leonard Nugroho, selaku sponsor kegiatan CSR di Accenture Indonesia.
Bagi KEHATI, ini merupakan kegiatan pengamatan kedua di tahun 2019 setelah Asian Waterbird Census di bulan Januari. Pada kesempatan tersebut, KEHATI berhasil mendata 14 jenis burung air. Jumlah ini menurun jika dibandingkan hasil pengamatan di tahun 2016 yang berjumlah 15 jenis.
“KEHATI selalu mengajak sebanyak mungkin pihak untuk terlibat pada setiap peringatan hari besar lingkungan hidup yang dilakukan. Kami ingin agar pentingnya kegiatan pelestarian keanekaragaman hayati dapat dipahami oleh semua pihak, termasuk pihak swasta,” ujar Direktur Eksekutif Yayasan KEHATI Riki Frindos.
Perayaan tahun ini mengusung tema Protect Birds: Be the Solution to Plastic Pollution! Indonesia tentu menjadi sorotan mengingat peranan penting Indonesia sebagai negara perlintasan migrasi Baru (jalur terbang east Asian-australian) dan status sebagai penyumbang sampah terbesar kedua di dunia (data Jambeck Research Group 2015). Jakarta sendiri sebagai ibu kota menyumbang sampah plastik sebesar 1.900 – 2.400 ton per hari. Belum lagi masifnya pembangunan infrastruktur yang terjadi di sekitar kawasan hutan lindung seperti perumahan, gedung-gedung perkantoran dan lain-lain.
Berdasarkan pengamatan terakhir, sampah plastik dan bau tak sedap masih terjadi di Hutan Lindung Angke Kapuk. Sampah plastik hasil limbah rumah tangga masih mendominasi dan mengakibatkan air laut berwarna hitam pekat dan berbau menyengat. Jika kondisi ini terus dibiarkan, maka kedepannya akan semakin mengganggu ekosistem yang ada, termasuk habitat ikan yang menjadi sumber pakan burung air.
“Jumlah spesies yang semakin menurun menunjukan terjadinya degradasi kualitas ekosistem di Hutan Lindung Angke Kapuk. Kami berharap permasalahan ini bisa segera diselesaikan dengan baik oleh Pemprov DKI Jakarta, mengingat peranan hutan lindung dalam menjaga keseimbangan ekosistem disana,” tambah Riki.
Untuk mengurangi penggunaan sampah plastik, KEHATI secara rutin mengampanyekan dan mengadvokasi pemangkukepentingan untuk mengurangi penggunaan plastik, salah satunya dengan mengganti kemasan plastik dengan besek yang terbuat dari bambu. Program yang sudah berlangsung selama 1 tahun ini dinamakan program “back to besek.” Selain ramah lingkungan, program ini berhasil mengintegrasikan program restorasi lahan serapan dan pemberdayaan masyarakat di hulu dengan program lingkungan di hilir.