BP2LHK Aek Nauli (Aek Nauli, Maret 2019)_Menggandeng Balai Litbang Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BP2LHK) Aek Nauli, Proyek Biodiversity Concervation and Climate Protection in the Gunung Leuser Ecosystem (BCCPGLE) Aceh mengadakan pelatihan bagi fasilitator desa, Selasa (19/3/2019). Ini dilakukan dalam rangka meningkatkan kapasitas fasilitator desa terkait pengelolaan hasil hutan bukan kayu (HHBK).
National Project Manager BCCPGLE Aceh, Ir. M. Khairul Rizal, M.Si menjelaskan, fasilitator diwajibkan untuk mengetahui produk unggulan lokal di derah kawasan konservasi. Fasilitator diharapkan siap untuk turun ke lapangan yaitu kawasan konservasi untuk mengelola produk hutan dan juga hasil hutan.
“Produk dari hutan diharapkan bisa menjadi produk unggul di desa sekitar kawasan konservasi, sehingga pendapatan ekonomi masyarakat meningkat,” kata Khairul dalam sambutannya.
Kegiatan pelatihan diawali dengan pemberian materi mengenai parfum kemenyan. Peneliti BP2LHK Aek Nauli, Cut Rizlani Kholibrina, S.Hut, M.Si. menyampaikan bahwa inovasi pembuatan parfum kemenyan berawal dari kesukaan dirinya terhadap parfum. Cut juga menyampaikan bahwa dalam pembuatan parfum kemenyan memerlukan sifat kepribadian (personality), serta dalam menemukan formula parfum yang tepat membutuhkan waktu yang tidak singkat.
“Banyaknya varian parfum kemenyan dipasaran dipengaruhi oleh banyaknya karakter pribadi orang. Sampai saat ini kami sudah membuat tujuh varian parfum dengan aroma yang berbeda-beda,” kata Cut kepada 40 orang peserta yang hadir.
Selanjutnya peserta diajak untuk melihat langsung proses penyadapan getah kemenyan, mulai dari pembersihan kulit batang sampai dengan membuat koakan untuk getah keluar sekitar 4 bulan nanti, yang dipraktikkan oleh Teknisi Litkayasa BP2LHK Aek Nauli, Selamat Lumbantobing.
Pada sesi pelatihan budidaya lebah madu, kepada peserta dijelaskan tentang lebah trigona dan lebah apis. Peserta juga diperlihatkan praktik panennya oleh ahli lebah yang juga Teknisi Litkayasa BP2LHK Aek Nauli, Aam Hasanudin, S.Hut. Setelah dipanen, peserta diberi kesempatan untuk menikmati langsung madu trigona dari sarangnya dengan cara disedot.
“Lebah trigona tidak memiliki sengat dan menghasilkan propolis lebih banyak dari lebah apis, tapi madunya sedikit. Propolis di sini wangi kemenyan karena lebah trigonanya menggumpulkan getah dari pohon kemenyan,” kata Aam di sela-sela praktik.
”Sedangkan kalau lebah apis, madunya lebih banyak. Madu apis itu aroma, rasa, dan warna madunya dipengaruhi pakan di sekitar lokasi,” tambah Aam.
Iswandi Fitra, S.TP, salah satu fasilitator mengakui bahwa pengelolaan hutan khususnya HHBK belum secara terpadu dilaksanakan oleh masyarakat sekitar kawasan konservasi.
“Kami memang sangat perlu dibekali pelatihan pengelolaan HHBK seperti ini, agar dapat membantu masyarakat desa dalam mengelola kawasan konservasi,” kata Iswandi.
Sebagai informasi, proyek BCCPGLE Aceh merupakan kerjasama hibah antara Pemerintah Jerman dengan Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui Direktorat Kawasan Konservasi. Fokus utama proyek BCCPGLE Aceh yaitu pemberdayaan masyarakat di desa yang berbatasan langsung dengan Kawasan Taman Nasional Gunung Leuser, Suaka Margasatwa Rawa Singkil, dan Hutan Lindung.***NNN
Sumber: http://www.forda-mof.org/berita/post/5847-latih-fasilitator-aceh-mengelola-hhbk-bccpgle-gandeng-bp2lhk-aek-nauli